Duo Ranger

Jumat, 11 Januari 2008

Gerakan Fasisme Melalui Musik






















Menurut angka resmi di Jerman, terjadi 10.037 insiden bersifat rasis atau xenophobia pada tahun 1999. Insiden rasis di tahun 2000 berjumlah lebih dari 10.000 kali. Insiden sejenis terjadi di Inggris sebanyak 10.982 antara April dan September saja. Setengah dari kejahatan ini berupa ancaman atau intimidasi. Namun kebanyakan berakhir dengan kematian, cidera, pembakaran atau penghancuran hak milik. Mereka yang bertanggung jawab adalah gerombolan-gerombolan fasis yang dikenal sebagai Neo-Nazi.
Gerakan Neo-Nazi mulai terorganisir pada tahun 1990-an. Sebelumnya, ada kelompok skinhead di Inggris pada tahun 1970-an. Ciri paling jelas dari gerakan skinhead adalah penyerangan terhadap orang-orang di daerah miskin yang dihuni oleh pengungsi dan orang asing. Hanya sebagian dari insiden ini bersifat rasis. Tetapi pada tahun 1990-an, kebanyakan kelompok skinhead mengikuti rasisme dan mulai melakukan penyerangan rasis dan fasis sebagai pendukung Nazisme.
Saat ini, gerakan neo-Nazi tumbuh kuat dan meluas. Mereka aktif di 33 negara di enam benua. Jumlahnya sekitar 70.000 orang. Anggota-anggota gerombolan-gerombolan jalanan umumnya berusia antara 13 dan 25 tahun dan menggunakan internet untuk berkomunikasi.
Target neo-Nazi berbeda di setiap Negara. Menurut sebagian riset, mereka mengadakan perlawanan terhadap orang Turki di Jerman, terhadap kaum jipsi di Hungaria, Slowakia, dan Republik Ceko, terhadap orang Asia di Inggris, orang Afrika Utara di Prancis, orang dari Timur Laut di Brazil, dan terhadap semua kelompok minoritas dan pengungsi di Amerika. Di beberapa Negara, para pengangguran dan mereka yang tinggal di daerah-daerah miskin dapat menjadi sasaran.
Kaum muda yang meniru Nazi ini umumnya pecandu obat terlarang, dan pemuda jalanan yang menganggur. Mereka mudah dikenali dengan berbagai lambing Nazi pada pakaian mereka, kepala mereka yang gundul, dan tato-tato mereka yang umumnya memperlihatkan kebencian mereka terhadap ras-ras lain. Dalam slogan, bahasa, dan lagu mereka, mereka memuji-muji Hitler dan bersumpah untuk mewujudkan impiannya: sebuah dunia yang dipimpin oleh ras Aria.
Macam orang yang menjadi anggota gerombolan ini adalah berusia muda, dari keluarga tidak harmonis, tidak terdidik, tanpa pengawasan, dan dengan kepercayaan diri yang rendah. Dengan merendahkan orang lain, melalui kekerasan dan rasa takut, mereka mencoba menipu diri sendiri untuk mempercayai bahwa mereka berasal dari sebuah kelompok yang lebih unggul dari lainnya.
Di antara karakteristik mereka, kita dapat menyebutkan kebencian, intimidasi, tindak tanduk yang mengancam, sifat suka merusak, dan suka merugikan. Para penjahat besar di antara mereka dipandang sebagai pahlawan.
Neo-Nazi juga punya jenis musik khas mereka sendiri. Kalangan ini memandang musik sebagai alat propaganda. Lirik-lirik lagu mereka mengungkapkan perilaku mereka yang rasis, paranoid, dan agresif. Judul-judul lagu dan nama-nama grup musik mereka juga membawa pesan-pesan serupa; dengan nama-nama seperti “Vampire”, “White Noise”, Battleground”, “Razor Edge”, dan “White Warriors”.
Grup-grup ini dapat menyelenggarakan konser dimanapun yang mereka inginkan di Negara-negara Eropa, seperti Jerman, Belgia, dan Inggris, dengan dihadiri oleh ribuan orang muda, dan dipenuhi berbagai penghormatan Nazi.
Neo-Nazi juga memiliki penggemar sendiri di luar organisasi mereka. Para hooligan sepak bola berada di puncak daftar. Skinhead dan berbagai hooligan lainnya menghadiri pertandingan-pertandingan olah raga dan meneriakkan lagu-lagu yang menentang kelompok etnik atau kebangsaan lain, bahkan menyerang penggemar regu lawan, dan memulai perkelahian dengan tangan kosong di tempat, yang seringkali berakhir dengan kematian. Gerombolan-gerombolan ini, walaupun sebenarnya bukan neo-Nazi, dapat juga dengan mudah digerakkan untuk aksi-aksi neo-Nazi, dapat juga dengan mudah digerakkan untuk aksi-aksi neo-Nazi. Bagi para petinggi neo-nazi, mereka dipandang sebagai orang-orang yang mudah dimanipulasi, karena mereka juga menyukai musik neo-Nazi, dan karenanya di bawah ramuan propaganda Nazi yang tepat, mudah dikerahkan dan dipanggil beraksi kapan pun. Dengan cara ini gerakan fasis terus meracuni kaum muda dan menarik para penganut baru.
posted by Duo Ranger at 05.11 15 comments

Novel Ishmael, Titik Balik Kesadaran Manusia














PENERBIT : FRESH BOOK JAKARTA 2006
DITERJEMAHKAN :TURNER BOOK 1995.
PENERJEMAH :ERWIN Y. SALIM

JUMLAH HAL : 356 HALAMAN.
PENYUNTING : SYAFI’ ALIELHA


“Bencana terjadi sepuluh ribu tahun yang lalu ketika orang-orang dari kulturmu berkata,’Kami sebijaksana para dewa dan dapat menguasai dunia sebaik mereka!’ Ketika mereka mengambil alih kekuasaan atas kehidupan dan kematian di dunia, ajal mereka sudah dipastikan.”
Lingkungan, bencana alam, global warming merupakan wacana yang sering dibahas akhir-akhir ini. Sebab akibat serta sejarah bencana mulai dari bumi belum dihuni manusia sampai saat ini, terkemas apik dalam novel ini. Novel ini ada sebelum orang menggembar-gemborkan pelestarian hutan dan misi penyelamatan dunia lain. Novel ini benar-benar menyindir dan merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang sejarah perusakan bumi oleh manusia. Untuk orang-orang yang malas berpikir dan mudah jenuh, sulit untuk tertarik pada novel brilian ini. Banyak kalimat-kalimat tersirat yang memaksa kita untuk memutar otak ketika ingin memahaminya.
Novel ini dibuka dengan suatu iklan " Guru mencari murid. Syarat: punya keinginan besar untuk menyelamatkan dunia." Seorang anak muda menjawab tantangan tersebut, namun akhirnya ia terkejut mendapati bahwa guru yang dimaksud adalah seekor gorilla yang bernama Ishmael. Gorilla dengan berat setengah ton ini adalah seorang pembelajar dari ekologi, hidup, dan kebebasan. Ia juga seorang guru. Ia belajar tentang berbagai hal yang semua manusia harus belajar.
Daniel Quinn's Ishmael, suatu perjalanan Socratic yang menyelidiki hal paling menantang, masalah kemanusiaan yang tengah dihadapi. Bagaimana cara mengamankan dunia dari keangkuhan manusia itu sendiri.
Revolusi pertanian bukanlah suatu peristiwa yang bermuatan teknologi, melainkan suatu pemberontakan melawan suatu struktur etis yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat dunia sejak empat milyar tahun yang lalu.
Setelah lepas dari pengekangan struktur etis, manusia menjadi penguasa serakah yang lalim. Kekejaman manusia meluncur cepat ke arah suatu bencana khususnya yang berkaitan dengan kelebihan penduduk dan polusi.
Jika kita ingin menghindari bencana itu, kita harus bekerja kembali ke jalan yang benar. Ishmael merupakan novel unik yang telah menjadi best seller di seluruh dunia. Ishmael telah diadopsi dan digunakan di sekolah-sekolah Amerika, Dartmouth, Stanford University dan Naval Academy.
Beribu-ribu pembaca menyatakan bahwa buku ini telah mengubah hidup mereka. Versi yang pertama dari roman pemenang-penghargaan Quinn's ditulis dalam 1977 dan diikuti oleh tujuh versi lebih lengkap dan yang terpisah. Menurut Quinn, Ishmael adalah suatu cerita tentang harapan " ia mengatakan bahwa " Buku ini menunjukkan bahwa kita dapat belajar dari lingkungan sekitar.
posted by Duo Ranger at 04.45 2 comments

Seribu zulaikha tanpa seorang Yusuf





Zulaikha, sudah bertebaran di mana – mana, di balik blouse sepan elegan minimalis, di balik wajah – wajah lugu tak berdosa. Zulaikha-zulaikha modern di ujung – ujung kota, sekedar habiskan sore di kafe – kafe, membeli kopi seharga sekarung beras nasi. Zulaikha – zulaikha desa, dengan keluguan yang entah, masih tersisa atau tidak.
Zulaikha – zulaikha kelam dengan kehidupan malam, tak bisa di sangsikan keberadaannya, ya secara terang – terangan sudah di jadikan komoditi ekspor non migas, penyumbang devisa negara. Ironis, saudari – saudariku di sana menjalani hari – harinya dengan penuh kepahitan, sedangkan kita mungkin, masih memikirkan bagaimana caranya, membebaskan saudara-saudara kita dari belenggu itu.
Pada suatu hari, saya menonton acara talk show favorit saya, yg memang di gemari di seluruh dunia. Temanya adalah tentang penjualan, pengeksploitasian anak di bawah umur yg di pekerjakan sebagai pekerja seks komersial. Saya pun sangat antusias menyimak acara tersebut, di tengah – tengah sesi acara ditayangkan adegan kisah nyata pembebasan seorang anak oleh keluarganya ditangan mucikari profesional. Seperti yang sudah saya duga sebelumnya, tempatnya tidak lain tidak bukan adalah di negara yg kita cintai ini, Indonesia.
Sang anak menangis meronta - meronta karena malu bila ia pulang ke kampung halaman, mirisnya dia memilih tetap tinggal, untungnya kerabatnya menenangkan dan akhirnya berhasil membawa gadis kecil itu pulang kembali. Sang narasumber yang berasal dari salah satu LSM pun memaparkan bahwa hal ini sudah sering terjadi, tapi dianggap lalu oleh pemerintah dan aparat negara ini. Dan yang paling tidak enak di dengar khususnya oleh saya sendiri adalah, penderitaan dari si korban yang tidak habis – habis, setelah dia berhasil di bebaskanpun hinaan, cacian dan penolakan dari masyarakat ia terima sehari- harinya. Masyarakat seperti tidak peduli tentang dia yg ingin pulih, ingin kembali berbenah menata hidup yg masih panjang bagi gadis kecil seusianya. Allah saja maha pengampun terhadap hamba – hambanya.
Cobalah untuk adil, sayapun bertanya – tanya mengapa perempuan yang ujung – ujungnya menjadi sorotan, objek penyalahan dan lainnya. Mengapa laki – laki hidung belang yang menjadi langganan tetap dari bisnis ini jarang sekali di ekspos, jarang sekali muncul ke permukaan, ataukah ini merupakan sisa – sisa kebudayaan jahili yg menempatkan wanita lebih rendah dari laki – laki, nauzubilah summa nauzubilah
“Dan apabila bayi perempuan yang di kubur hidup – hidup ditanya, karena dosa apakah ia di bunuh?”
Kembali ke masalah awal, media – media yg menjadikan wanita sebagai objek, sudah tak terkira banyaknya, berjuta rayuan maut berhamburan melalui layar kaca, pelat VCD, buku – buku dan majalah. Ribuan tempat tersedia untuk melampiaskannya dengan payung HAM melindungi. Dan akhirnya dengan jumawa mereka deklarasikan The Freedom OF Virginity, era baru di mulai era prostitusi.
Siapakah yang di untungkan dan di rugikan? Bayangkan bila perempuan yg di jadikan objek tersebut adalah ibu, adik, kaka atau saudara – saudara dari sang pebisnis – pebisnis yg menjadikan perempuan barang konsumsi. Apakah masih akan berbuat hal yang sama, saya yakin mereka masih punya hati nurani, dan hati nurani tidak akan pernah berdusta.
Juga, kepada para konsumen – konsumen setia, renungkanlah percakapan antara Nabi Yusuf dengan zulaikha ini
Z : Yusuf, alangkah elok parasmu
Y : Tuhanku telah membentuknya sejak aku dalam kandungan
Z : Yusuf, alangkah indah rambutmu
Y : Itu yang pernah hancur dalam kuburku
Z : Yusuf alangkah indah matamu
Y : Dengan itu kupandang Tuhanku
Z : Angkatlah wajahmu, pandangilah diriku
Y: Aku takut buta di akhiratku
Z: Aku mendekatimu dan engkau menjauhiku
Y: Kuharapkan dengan itu, kedekatan dengan Tuhanku
Z: Selimut telah kuhamparkan, masuklah bersamaku
Y: Selimut tak mampu menyembunyikanku dari Tuhanku
Apa yang berbeda pada muatan hedonisme dan permisivisme jaman Zulaiha dan jaman juleha seperti saat ini ? Di sana ada satu Zulaikha dan satu Yusuf. Sementara hari ini ada seribu Zulaikha tanpa seorang Yusuf.
Kepada para laki – laki berlombalah menjadi yusuf di jaman juleha ini, berlombalah menjadi mulia di mata Tuhanmu. Insya Allah, Allah sudah menjanjikan bidadari – bidadari bermata jeli di surga nanti. Dan dunia itu sementara, ibarat senda gurau belaka, sedangkan akhirat kekal selama – lamanya.
“Sesungguhnya orang – orang bertakwa berada di tempat yang aman. Di dalam taman – taman dan mata air – mata air. Mereka memakai sutera halus dan sutera tebal, duduk berhadap-hadapan. Demikianlah...dan kami jodohkan mereka kepada bidadari bermata jeli.”
posted by Duo Ranger at 04.21 6 comments

Bukan Sebuah Pilihan





Idealisme dan Materialisme dua istilah yang tidak asing. Dari dahulu sampai saat ini menjadi bahan diskusi yang tiada henti. Dekat sekali dengan kehidupan nyata kita saat ini. Idealisme dan meterialisme adalah sebuah pilihan. Terkadang tanpa kita sadaripun kita termasuk pada salah satunya. Menurut Tan Malaka dalam bukunya yang berjudul MADILOG ( Materialisme Dialektika Logika), dialektika idealistik berdasarkan pada ide, pikiran atau impian belaka.
Matter, hal-hal kebendaan seperti dalam ilmu pengetahuan yang sudah diketahui sebelumnya, adalah segala sesuatu yang bisa dicap oleh pancaindera kita. Yang nyata, yang bisa dilihat, didengar, dikecap, diraba, dan dicium. Sementara ide adalah pengertian atau pikiran kita tentang benda tadi dalam otak kita. Benda berada di luar otak, dan pikiran itu adalah bayangan benda tadi dalam otak kita.
Tan Malaka menganggap idealisme hanyalah pikiran dari orang-orang yang suka bermimpi. Seperti Utopia, sebuah negeri impian yang sempurna, dimana keadilan dijunjung tinggi, dimana hak asasi dihormati. Tapi persis seperti artinya, Utopia hampir mustahil ada. Utopia hanyalah impian dari pemimpi-pemimpi keadilan, seperti juga idealisme. Hampir mustahil ada berarti ada kemungkinan mimpi itu akan menjadi kenyataan. Walaupun keadilan hanya milik Tuhan, tapi setidaknya kita berusaha untuk berlaku seadil mungkin bukan sama rata tetapi sesuai porsi. Begitulah yang sering kita dengar pada pelajaran Pancasila atau PPKN pada saat kita mengenyam bangku pendidikan.
Idealisme hanya dimiliki orang-orang yang tanpa pamrih. Orang-orang yang kuat, tidak sekedar berpikir duniawi, tidak sekedar berpikir kekuasaan, kepentingan bahkan kedudukan. Ada orang yang berpikir, kita tidak bisa hidup dengan idealisme, idealisme bikin kere, idealisme tidak realistis dan sebagainya. Memang, keadaan terkadang membuat orang berpikir ulang untuk tetap memegang teguh idealismenya.
Seperti dalam film Gie, Gie tetap bersepeda atau mengendarai becak sedang temannya yang dahulu sama- sama suka demo kini telah menikmati hidup dengan mobil mewahnya. Temannya sedang aktif bergelut di dunia politik yang nyerempet-nyerempet kotor. Temannya heran melihat Gie yang tetap nyaman dengan kekereannya dan idealismenya.
Itulah, orang-orang idelisme mempunyai kebahagiaan yang tidak dimiliki orang-orang kebanyakan. Kabahagiaan yang sederhana. Kebahagiaan karena berhasil mengikuti kehendak nurani tanpa takut menderita. Kepuasan sejati.
Idealisme juga identik dengan mahasiswa. Entah hal ini masih melekat atau tidak. Mungkin sebagian mahasiswa masih menjunjung tinggi hal ini dan sebagian lain entah lupa atau tidak mau tahu. Kebanyakan, idealisme luntur seiring dengan tingginya jabatan atau tuanya usia. Dahulu, saat masih Mahasiswa, berteriak lantang tentang keadilan, tentang koripsi, kolusi, dan nepotisme. Tapi setelah mendapat kedudukan empuk di salah satu partai atau menjadi pejabat elite, malah menjadi oknum dari apa yang didemokannya dahulu. Lupa atau pura-pura lupa, saya pun tidak tahu. Jangan tanya kenapa. Hukum alam atau apalah, kenyataannya memang seperti itu. Setelah tua, jadi lupa. Setelah tua pikirannya jadi ikut-ikutan konservatif.
Materialisme, dialektika materialistik berdasarkan benda. Menurut Hegel, Dialektika materialis adalah dialektika berdasarkan hukum gerak sesungguhnya dalam alam, yang merupakan satu abstraksi, satu perpisahan dari gerakan, dimana keadaan dan batas materi ditentukan. Dalam dialektika materialis terjadi pertentangan dalam pikiran, hal ini merupakan terjemahan dari pikiran kita tentang pertentangan materi di alam ini, akibat pertentangan gerak dasarnya. Menurut Hegel lagi, kemajuan materi menentukan kemajuan pikiran.
Menurut Hegel, kemajuan masyarakat ini berasal dari kemajuan pikiran semata-mata. Dalam pikiran kita menemui pertentangan, misalnya “adil” dan “antiadil”. Pertentangan ini diselesaikan dalam otak, dengan mendapatkan pengertian baru berupa sintesis, misalnya “kemakmuran bersama”. Pengertian “kemakmuran bersama” yang didapat dalam otak inilah yang akhirnya menjalankan materi, politik, ekonomi, pendidikan, teknologi masyarakat.
Menurut ahli dialektika materialis, kejadian ini berlaku sebaliknya, Awalnya adalah masyarakat. Pertentangan dalam masyarakat antara yang berpunya dan yang tak berpunya dipertajam oleh pesatnya perkembangan teknologi. Kemajuan teknik itu menambah kekayaan dan kekuasaan kaum kaya dan berkuasa, sebaliknya menambah miskin dan lemah kaum tak berpunya.
Perpaduan baru, sintesis itu, didapat dalam masyarakat juga. Sintesis itu berupa “kepemilikan bersama” atas alat untuk menciptakan “kamakmuran bersama”. Sintesis inilah yang membayang dalam otak, akhirnya gerakan politik guna menciptakan masyarakat baru berdasarkan “kepemilikan bersama” dan “kemakmuran bersama”inilah yang mengendalikan kelas tak berpunya.
Materialistik, sikap yang sudah mendarah daging. “Dengan uang kita bisa membeli apa saja, mana bisa kejujuran atau idelisme ditukar dengan sekarung beras untuk dijadikan nasi”, begitulah pikiran orang-orang yang berorientasi kebendaan atau materialistik. Mereka mungkin lupa, ada banyak hal yang tidak bisa dibeli dengan uang. Salah satunya adalah kebahagiaan.
Ada sebuah Film yang bercerita tentang sekelompok anak muda yang sangat benci dengan kemewahan, anti hedonisme dan kemapanan. Sekelompok anak muda ini mencari cara untuk menghentikan kehedonan disekitar mereka. Cara yang mereka tempuh cukup unik, salah satunya dengan menjatuhkan balok-balok es ke dalam kolam renang. Mereka menganggap berenang dikolam renang adalah salah satu tindakan hedonis dan bertentangan dengan jiwa mereka yang idealis.
Tentu saja yang mereka lakukan adalah keliru. Akhirnya mereka dipanggil oleh salah seorang polisi. Tanpa diduga polisi tersebut malah bercerita layaknya nostalgia. Polisi itu berkisah bahwa dahulu, saat muda polisi tersebut melakukan tindakan yang serupa bahkan lebih parah. Alasannya tentu saja karena tidak puas dengan sistem yang ada dan menentang kapitalis. Tetapi pada akhirnya ketika polisi tersebut telah berkeluarga, beristri dan mempunyai anak yang harus dibiayai. Pikirannya berubah menjadi realistis. Lingkungan dan kebutuhan membuatnya berpikir panjang dan membuatnya tidak mungkin berlama-lama memelihara pemikirannya yang anti kapitalis tersebut.
Cerita pada film tersebut memberikan banyak makna dan pelajaran pada kita. Tidak selamanya seseorang konsisten pada pemikirannya. Ketika kenyataan memaksanya untuk berubah pikiran, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Idealisme atau materialisme adalah pilihan. Keduanya senantiasa ada ditengah-tengah kita. Keduanya memiliki segi positif dan negatif. Tidak ada yang sempurna. Tergantung dari sisi mana kita memandang. Begitu juga di dunia jurnalis atau apapun, keduanya pasti ada. Dikutip dari puisi Dewi Lestari, mungkin orang idealis berpikir seperti ini :
“Di hamparan gurun yang seragam, jangan lagi menjadi butiran pasir. Sekalipun nyaman engkau di tengah impitan sesamamu, tak akan ada yang tahu jika kau melayang hilang. Di lingkungan gurun yang serba serupa untuk apalagi menjadi kaktus sekalipun hijau warnamu engkau tersebar dimana-mana tak ada yang menangis rindu jika kau mati layu.”
posted by Duo Ranger at 04.05 2 comments

Senin, 07 Januari 2008

Jatinangor oh....jatinangor




Jatinangor oh....jatinangor

Sudah jangan ke jatinangor masih ada tempat lainnya....penggalan lagu tersebut berasal dari band PANAS DALAM, band yg lrik2nya terkadang menggelitik dan unik. Menurut salah satu pendiri band ini yang dahulu sering berbincang – bincang dengan saya, lirik tersebut merupakan pengalaman pribadi dari seorang temannya yg putus dari pacarnya yg kuliah di jatinangor dan dia sendiri kuliah di bandung, karena udah putus jadi ga bisa ke jatinangor lagi, padahal jatinangor itu adalah tempat yg penuh kenangan gitu....katanya....

JATINANGOR yang bahasa kerennya Jatinenjer adalah sebuah kawasan pendidikan. Dulu, kata penduduk asli sini jatinangor sepi masih sawah dan bukit – bukit tapi sekarang wah udah jadi kota satelit yg padet, sesek dll.
Kadang – kadang, kasian juga sama jatinangor. Soalnya kebanyakan orang dikit – dikit nyalahin jatinangor. Misalnya nih, gara – gara kos di jatinangor nih gw jerawatan, jadi item, jadi diare, jadi DB, he...he...padahal kan mungkin aja ada sebab2 lainnya ya kaya ga jaga kesehatan malas bersih – bersih dan lain sebagainya. Trus ada juga yang depresi, stres dan akhirnya memutuskan pindah ke universitas lainnya. Sebabnya memang beragam, dari lingkungan yang kurang cocok sampai sebab2 lain misalnya karena jatinangor itu kecil ga kaya kota gede lainya udah gitu stres ga ada hiburan, kalo kemana – mana ketemunya ama orang itu itu lagi, bosen ngeliat manusia yg umurnya sepantaran alias jarang nemuin anak kecil atau nenek – nenek.
Memang sebab sepele bisa berakibat fatal kalau di biarkan terus – menerus. Lama – lama bisa merambat ke masalah akademis atau pergaulan. Intinya, yaa harus luruskan niat, untuk apa kita ada di jatinangor ini, terus kalo rasa jenuh udah merajai yaa lakuin aktifitas yg bisa bikin otak fresh kaya olahraga, keliling – keliling ke kampung – kampung kalo memungkinkan rangkul masyarakatnya, ngajar TPA atau sekedar sharing sama penduduk sekitar, tanya apakah mereka punya masalah atau unek – unek, seenggaknya kalo hidup kita berguna bagi sesama hidup akan lebih punya arti. Nah saat kita jalan – jalan itu kan kita bakal nemuin anak – anak, nenek – nenek jadi kan kita gak jenuh lagi.
Pernah gak ya kita terimakasih ke jatinangor tercinta ini, he,,he,,,udah di sedot airnya buat kita mandi, tanah nya di gali – gali buat bikin kos2san yang saat ini kita tempatin, udaranya udah di kontaminasi ama asap dari ojek atau angkot yang kita naiki menuju kampus, belum sampah – sampah yang ga tau lari ke mana. Paling enggak jatinangor di perlakukan secara adil, walau sering disalahkan tapi mungkin butuh juga di hargai atau di banggakan. Kenyataannya inilah tempat kedua kita setelah kampung halaman mungkin, inilah tempat dimana waktu kita banyak kita habiskan, setidaknya untuk saat ini. berbanggalah karena kita hidup disini, jatinangorkan bumi ALLAH juga.
Kalo jatinangor itu orang, punya hati, punya mata, punya telinga, gimana ya? Gimana perasaan si jatinangor itu, Kalo dia punya mata pasti matanya pedih karena asap dari kendaraan atau dapur yg berasal dari kantin2 yg biasa kita beli. Kalo dia punya telinga, pasti telinganya udah jadi bebal karena tiap hari terdengar suara laju kendaraan yg hilir mudik, atau dari klakson2 yg di bunyikan ketika jam2 macet berlangsung. Untungnya jatinangor bukan orang, tapi apakah itu menjadi alasan untuk tidak menjaga, merawat keseimbangan tanah, udara dan airnya. Saya percaya bahwa alampun berbahasa, tapi, apakah kita siap mendengar bahasa2 sumbangnya?
posted by Duo Ranger at 06.30 4 comments